Sharing Economy Business

 

FLAT concepts 7

Sharing economy adalah suatu bentuk ekonomi yang disruptif yang melepaskan sumber-sumber suplai baru. Misalnya AirBnb, salah satu startup yang membentuk sharing economy, jadi disruptif dengan cara melepaskan sumber-sumber suplai akomodasi non-hotel seperti apartemen, rumah, dan villa. Yang dulunya suplai akomodasi terbatas hanya dari para pemilik hotel dan sejenisnya, sekarang masyarakat biasa yang kebetulan punya kamar gak terpakai di rumah atau apartemennya, bisa menyuplai ruangan ini lewat AirBnB. Sharing economy dapat mendorong keinginan untuk melakukan tindakan efisiensi sumber daya dengan cara melakukan konsumsi bersama-sama. Selain dari itu, manfaat lain dari Sharing economy adalah untuk menurunkan apa yang menjadi dampak lingkungan dikarenakan konsumsi yang tak terbendung, menghemat biaya karena cara yang digunakan adalah mengonsumsi atau menyewa barang bekas yang masih layak pakai serta memberikan akses pada orang lain yang sedang membutuhkan barang tersebut namun tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan atau membelinya.

Menurut Rachel Botsman, seorang ahli di bidang collaborative economy, membagi collaborative consumption ke dalam tiga tipe:

  1. Product Service System. Sistem ini memungkinkan perusahaan untuk menawarkan barang sebagai jasa, alih-alih menjualnya sebagai produk. Barang yang dimiliki secara pribadi disewakan kepada perorangan (peer-to-peer). Dengan sistem ini, pola konsumsi individu dapat digeser, yang semula memang membutuhkan benefit atas sebuah produk dan ingin memilikinya, menjadi tidak ingin membelinya sama sekali.

Contoh kasus dalam hal ini adalah seperti Lyft dan Zipcar , keduanya bekerja dibidang jasa aplikasi penyedia transportasi.

  1. Redistribution Market. Barang yang telah dimiliki sebelumnya dipindahkan dari pihak yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya. Biasanya, pemindahantangan ini dilakukan secara cuma-cuma. Namun tidak menutup kemungkinan dalam kasus lain, barang tersebut ditukar dengan barang lainnya atau dijual secara komersil.
  2. Collaborative Lifestyle. Dalam sistem ini, individu-individu yang memiliki kegemaran yang sama bergabung untuk saling berbagi atau bertukar aset yang tak berwujud, misalnya waktu, ruang, dan keterampilan. Contoh sederhananya adalah ketika seseorang atau perusahaan menyewakan ruangan sebagai co-working space. Contoh lain yakni penyewaan kamar penginapan secara peer-to-peer yang dilakukan oleh AirBnB dan Task Rabbit

kebangkitan sharing economy sebenarnya didukung dengan banyak faktor, antara lain:

  • Akses internet. Kemajuan teknologi, khususnya internet, memberikan sarana bertukar informasi yang cukup luas. Hal ini membuat para pemberi dan penerima saling menemukan satu sama lain. Cakupannya pun tak terbatas pada siapa atau apa dan lebih intens peer-to-peer.
  • Perangkat mobile. Sekali lagi, kemajuan teknologi menjadi salah satu pendukung model bisnis ini berkembang dengan pesat. Perangkat mobile yang mudah dibawa kemana-mana memberikan kemudahan akses terhadap informasi itu. Kapan saja dan dimana saja, transaksi dapat dilakukan, bahkan oleh siapapun.
  • Kemunculan platform marketplace. Inilah yang menjadi hal terpenting menurut Andrias. Terbentuknya marketplace baru memungkinkan seseorang untuk menciptakan relasi baru yang bentuknya bukan lagi dari konsumen-korporasi-pekerja, melainkan menjadi konsumen-wirausaha penyedia produk dan jasa. Dengan demikian, pasar jadi terbuka lebar dan tentu semakin spesifik.

Dan salah satu kekurangan yang bisa timbul dalam model bisnis ini adalah Ketidakseragaman kualitas produk dan layanan dari merchants serta ragam perilaku konsumen membuat model bisnis ini sedikit tidak aman.